Minggu, 14 April 2013

Gadis Pantai


Buku 'Gadis Pantai' ini termasuk  buku Pram yang tipis  dibanding bukunya  yang  lain yang pernah saya baca ,  biarpun tipis ceritanya tetap menarik dan penuh dengan kata-kata yang 'berisi’ dan  menggali rasa kemanusiaan pembacanya.
Gadis Pantai  sebetulnya merupakan cerita roman yang belum selsai karena konon ini sejatinya sebuah trilogi, tapi cerita selanjutnya lenyap ketika prahara politik terjadi di Indonesia. Walaupun begitu membaca Gadis Pantai tidak membuat pembacanya kehilangan  inti  ceritanya  yang menarik.


Pramoedya  A.T.
    “Mengerikan bapak, mengerikan kehidupan priyayi ini…
    Seganas-ganas laut, dia lebih pemurah dari hati priyayi…
    Ah tidak, aku tak suka pada priyayi. Gedung-gedung yang
    Berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan.”
                Pramoedya Ananta Toer


Gadis Pantai   berusia  14 tahun ,  hidup di kampung nelayan  Kabupaten Rembang, Jawa tengah.  Tanpa persetujuan dirinya , dia  ‘dambil’ menjadi gundik seorang   pembesar santri keturunan priyayi.   Ternyata pada masa itu apabila seorang pembesar/priyayi belum menikah dengan wanita yang sederajat martabatnya  boleh  ‘mengambil’ gundik yang berasal dari wanita kebanyakan. Bagi orang kebanyakan, bila  pembesar berkenan mengambil anaknya sebagai gundik akan memberikan prestise  di kampungnya karena telah dinaikkan derajatnya.  Tugas sang gundik adalah melayani   kebutuhan seks   Bendoro (panggilan untuk priyayi tsb) .  Sampai kapan wanita tsb bisa menjadi  ‘istri’ sang Bendoro ?  sampai Bendoro memutuskan menikah dengan wanita sederajat atau..terserah  semaunya  ‘beliau’   mau  tetap atau mau ganti gundik...dan selama belum menikah dengan yang sederajat maka Bendoro ini  disebut belum menikah walaupun sudah mempunyai  banyak anak dari para  gundiknya.
Biarpun di lingkungan pembesar itu hidup serba berkecukupan tapi bagi Gadis Pantai hdupnya menjadi seperti di neraka, berbeda dari di kampung asalnya yang serba bebas  tak ada perbedaan  sesama warganya sedangkan  di sini  gedung besar tapi sunyi tak boleh berbicara sembarangan  dan bertindak sembrono semua  kewenangan ad adi tangan Bendoro  seolah yang lain tak mempunyai  hak sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar